M. Nasroen (1907-1968)
M. Nasroen adalah seorang sarjana Indonesia di bidang filsafat. Ia terkenal karena telah diidentifikasi dan diklasifikasikan filsafat Indonesia sebagai terpisah dan berbeda dari filsafat Barat dan Timur. Ia mencapai puncak karir filosofisnya ketika ia dipilih sebagai profesor emeritus filsafat di Universitas Indonesia. Ia juga berpendapat bahwa hasil dari filsafat dalam kenyataan adalah budaya, Pancasila adalah pandangan hidup Indonesia, sebelum Indonesia memeluk agama. Tuhan telah mengilhami Indonesia membaca alam.
Soenoto (1929)
Ia merupakan pengkaji filsafat Indonesia generasi kedua di era 1980-an. Pendidikan filsafat pertama kali diperoleh dari Universitas Gajah Mada (Sarjana dan Magister Ilmu Sosial dan Politik) lalu Vrije Universiteit Amsterdam (Dokter Ilmu Sosial dan Politik). Ia telah menelusuri berbagai tradisi kefilsafatan jawa.
R. Parnomo (1952)
Ia menempuh jenjang pendidikan kefilsafatan di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (Sarjana Filsafat) lulus pada 1976, ia meneruskan pendidikan program pasca-sarjana jurusan Filsafat Indonesia di UGM. Setelah memperoleh gelar Magister. Ia diterima Dosen Filsafat di UGM, dan pernah menjadi Sekretaris Jurusan pada jurusan Filsafat Indonesia yang dirintisnya bersama-sama dengan Soenoto. Selain mengajar, ia juga salah seorang anggota Peneliti Filsafat Pancasila (1975-1979) di Dephankam. Ia berpendapat bahwa pandangan hidup itu dapat dikaji dari khazanah budaya dan Hasil real dari filsafat adalah kebudayaan.
Jakob Soemardjo (1939)
Karir kefilsafatannya dimulai ketika ia menulis kolom di harian kompas, pikiran rakyat, suara karya, suara pembaruan dan majalah prisma, basis, dan horison sejak tahun 1969. Sejak 1962 mengajar di Fakultas Seni Rupa Desain di Institut Teknologi Bandung dalam mata kuliah Filsafat seni, antropologi seni, sejarah teater, dan sosiologi seni. Ia merupakan ringkasan sejarah kerohanian Indonesia dan seorang Filsafat Malam.
Psikologi Modern Indonesia.
Indonesia sebagai negara berkembang, psikologi di Indonesia dibutuhkan dalam bidang kesehatan, bisnis, pendidikan, politik, permasalahan sosial, dan lain-lain. Dengan demikian, Indonesia diperlukan penelitian psikologi mengenai basic nature di Indonesia. Di sisi lain, terdapat berbagai kendala seperti dana dan sumber daya manusia yang sangat terbatas. Komunitas sosial berbagai Institusi dam pemerintah sendiri yang semakin membutuhkan psikologi sebagai ilmu terapan juga tidak mampu menyediakan dana dan sarana yang memadai untuk penelitian. Indonesia juga menghadapi masalah yang dihadapi oleh psikologi di Barat. Asal usul yang sangat luas, definisi yang bervariasi, teori dan metodologi yang saling bertentangan, dan aplikasi yang sangat luas dan beragam. Guru besar, staf pengajar, dan praktisi menggunakan pendekatan, teori, dan metodologi yang berbeda pula dalam melihat suatu masalah yang sama. Hal ini menimbulkan kebingungan pada masyarakat awam. mengingat masyarakat Indonesia belum dapat menerima sesuatu dari berbagai sudut pandang seperti halnya di negara barat. Masyarakat Indonesia masih cenderung mengharapkan psikologi sebagai suatu ilmu pasti yang dapat memberikan jawaban dan penyelesaian yang pasti bagi berbagai permasalahan seperti halnya, ilmu kedokteran. Psikologi diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1952 oleh Slamet Iman Santoso, profesor psikiatri di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Pada pidato pengukuhannya sebagai profesor, Slamet menceritakan pengalamannya dengan pasien-pasiennya yang kebanyakan anggota militer dan pegawai pemerintah yang mengalami gangguan psikosomatis karena tidak mampu menjalani pekerjaan barunya setelah Indonesia mengambil alih kepemerintahan dari colonial Belanda pada tahun 1950. Menurut Slamet, psikiatri membutuhkan ilmu psikologi untuk menjelaskan potensi manusia guna menyeleksi orang yang tepat pada tempat yang tepat. Pada 1950-an terdapat juga beberapa psikolog yang dikirim oleh para TNI dan pemerintah untuk menjalani pendidikan psikologi di Belanda dan Jerman. Sekembalinya di Indonesia mereka yang dikirim oleh TNI kemudian ditempatkan di pusat Psikologi untuk Angkatan Darat dan Angkatan Udara di Bandung, sedangkan yang lainnya ditempatkan di Jakarta dan menjadi staff di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Pada awalnya, psikologi di Indonesia dikaitkan erat dengan psikologi klinis dan psikoanalisis dan banyak menggunakan teknik proyeksi serta tes IQ untuk tujuan psikodiagnostik. Namun sejak tahun 1960-an behaviorisme menjadi lebih popular dengan adanya konstruksi tes dan metode-metode kuantitatif. Saat ini, walaupun metode kuantitatif banyak digunakan, namun banyak pula yang memilih untuk tetap menggunakan metode kualitatif untuk menganalisa.
Tokoh-tokoh psikolog di Indonesia:
1). Prof. Dr. Slamet Iman Santoso
2). Prof. Dr. Fuad Hassan
3). Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono
4). Prof. Dr, Hamdi Muluk, M.Si. Seto Mulyadi
5). Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar